Jumat, Mei 15, 2009

Kinerja

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001: 67). Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu.
Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”.
Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.
Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”.
Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.
Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.
John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: pertama, efektivitas dan efisiensi. Menurut Prawirosentono (1999: 27) bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat­akibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai yang penting dan hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien.
Kedua, otoritas (wewenang). Arti otoritas menurut Barnard (dalam Prawirosentono, 1999: 27) adalah sifat dan suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki (diterima) oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (sumbangan tenaganya). Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.
Ketiga, disiplin. Menurut Prawirosentono (1999: 30) disiplin adalah taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku. Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi di mana dia bekerja.
Keempat, inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu berkaitan dengan tujuan organisasi. Inisiatif adalah daya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi.

Kamis, Mei 14, 2009

Berbuat Kebajikan

“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS :Ali ‘Imran (3) : 133-134)

Semua Kebaikan Bernilai Sedekah

Semua Kebaikan Bernilai Sedekah

Abu Malik Al-Harits Al-Asy'ary ra berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Kesucian adalah sebagian dari iman. Alhamdulillah memberatkan timbangan. Subhanallah walhamdulillah memenuhi ruangan antara langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah burhan (bukti nyata), sabar adalah pelita, Alquran adalah hujjah (pedoman) bagimu dan atasmu (akan mendorongmu masuk surga jika kamu menerapkan isinya dan mendorongmu masuk neraka jika kamu mengingkari isinya). Semua orang pergi bekerja. Ada yang menjual dirinya; ada pula yang membebaskan dirinya; ada pula yang menghancurkan dirinya" (HR Muslim).Penjelasan:Hadis ini mengandung banyak nasihat yang tinggi nilainya. Betapa tidak, nasihat ini keluar dari mulut Rasulullah SAW yang setiap pembicaraannya dibimbing oleh Allah SWT. Tak heran bila kandungannya begitu agung dan berkualitas tinggi.Ada beberapa poin yang dapat kita ambil dari hadis ini. Pertama, keutamaan bersuci. Kesucian adalah sebagian dari iman. Rasulullah SAW bersabda, "Islam sama dengan thaharah, dan thaharah itu berbanding lurus dengan keimanan kepada Allah". Selain itu, bersuci adalah syarat sahnya ibadah, bahkan menjadi tolak ukur kecintaan Allah terhadap hamba-Nya, "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang menyucikan diri". Hikmahnya, kita harus berusaha menjaga wudhu, dan selalu bersih, baik di hadapan Allah maupun di hadapan manusia. Bersih di sini idealnya mencakup pula bersih batin dari segala dosa. Tentang keutamaan wudhu, Utsman bin Affan RA. mengatakan bahwa ia mendengar sabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa selalu menjaga wudhunya, dan menyempurnakan wudhunya tersebut, maka dosa-dosanya akan keluar dari jasadnya, dan keluar dari bawah kuku-kukunya".Kedua, keutamaan berdzikir dan hinanya dunia. Ungkapan tahmid, tahlil, dan takbir yang keluar dari hati yang ikhlas, jauh lebih bernilai daripada dunia berserta isinya. Lewat hadis ini Rasulullah SAW menunjukkan pada kita betapa dunia dan isinya tidak ada harganya sama sekali di hadapan Allah SWT. Dikisahkan bahwa Nabi Musa as. pernah memohon kepada Allah, "Ya Allah, tunjukanlah kepadaku amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam surga!". Allah SWT menjawab, "Wahai Musa, katakanlah: 'Laa ilaha illallahu'. Seandainya tujuh lapis langit dan bumi dilketakkan dalam satu sisi timbangan, dan kalimat laa ilaha illallahu dalam sisi timbangan yang lain, niscaya kalimat itu akan lebih berat timbangannya".Ketiga, keutamaan shalat. Seseorang yang menjaga shalatnya akan mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Shalat akan menerangi seluruh perjalanan hidupnya hingga sampai ke tempat tujuan. Rasulullah SAW bersabda, "Gembirakanlah orang yang berjalan menuju masjid dalam gelap gulitanya malam dengan cahaya nan sempurna kelak di Hari Kiamat". Keempat, keutamaan sedekah. Dalam hadis ini sedekah dikatakan sebagai burhan (bukti nyata). Maksudnya bukti keimanan atas kebenaran keimanan pemiliknya. Seorang yang beriman selain istikamah dalam shalatnya, juga gemar bersedekah. Berlawanan dengan orang munafik, mereka mungkin rajin shalat, tapi sangat berat bersedekah. Kelima, keutamaan sabar. Sabar di sini adalah sabar dalam berbuat taat kepada Allah, sabar menahan diri dari maksiat, dan sabar tatkala menghadapi musibah atau sesuatu yang tidak mengenakkan. Keenam, anjuran untuk selalu dekat dengan Alquran. Kedekatan ini dapat ditempuh dengan selalu membaca, memahami, dan berusaha mengamalkannya dalam tataran praktis. Dengan cara seperti ini Alquran akan memberi syafaat bagi seorang hamba pada Hari Kiamat. Dan terakhir, anjuran untuk menjual diri kepada Allah dengan beramal saleh, dan larangan menghancurkan diri dengan kemaksiatan.( KH Abdullah Gymnastiar )

Kemampuan (Ability)

Menurut Chaplin (1997,p.34) “ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakanhasil latihan dan praktek” (Robbin, 2000,p.46).
Kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu :
Kemampuan Intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental.
Kemampuan Fisik (Physical Ability), merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik.
Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2000,p.67) “secara psikolois, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill), artinya karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal”.

Kemampuan adalah sifat; bawaan lahir atau dipelajari; yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik (Gibson,1992:54-55). Kemampuan sering kali diidentikkan dengan intelegensia, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, sehingga tingkat intelegensia seseorang sangat menentukan kekuasaannya dalam bekerja (As’ad, 1991:5). Dengan demikian maka orang-orang dengan intelegensia yang tinggi akan sanggup memecahkan kesulitan yang dihadapinya dalam bekerja, dan sebaliknya.
Dari sudut Manajemen SDM, terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas, (Nawawi, 1997:97) yaitu:
1. Tingkat kemampuan kerja (kompetensi) dalam melakukan pekerjaan, baik yang diperoleh dari hasil pendidikan dan pelatihan, maupun yang bersumber dari pengalaman kerja. Untuk itu sangat tergantung pada proses mendapatkan atau seleksi penempatan individu, yang seharusnya dipilih yang terbaik untuk jabatannya, sesuai dengan hasil analisis pekerjaan/jabatan.
2. Tingkat kemampuan eksekutif dalam memberikan motivasi kerja, agar pekerja sebagai individu bekerja dengan usaha maksimum, yang memungkinkan tercapainya hasil sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.
Konsep mengenai kemampuan atau kompetensi untuk pertama kalinya dipopulerkan oleh Boyatzis (1982) yang mendefinisikan kompetensi sebagai ”kemampuan yang dimiliki seseorang yang nampak dalam sikapnya yang sesuai dengan kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan organisasi dan memberikan hasil yang diinginkan.” Robbins (2003) menyebutkan bahwa kemampuan merupakan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Sedangkan kemampuan menurut Dessler (2002:49) adalah kompetensi seseorang dalam aspek kepemimpinan, perencanaan, pembuatan keputusan, dan pengorganisasian. Kreitner dan Kinichi (2003:185) berpendapat bahwa kemampuan merupakan karakteristik stabil yang berkaitan dengan kemampuan maksimum fisik dan mental seseorang.
Sutermeister (1976:14) mengemukakan bahwa kemampuan kerja dihasilkan dari pengetahuan dan keahlian. “Ability is deemed to result from knowledge and skill. Knowledge is affected by education, experience, training and interest. Skill is affected by aptitude, and personality, as well as by education, experience, training and interest.” Pendapat ini sejalan dengan pendapat Schroedder dan Kardoff (1995:92) yang mengemukakan bahwa “Ability consists of actual skills an individual posseses to carry out various actions.”
Kemampuan dapat digolongkan pada dua jenis, yaitu ”kemampuan fisik dan kemampuan intelektual” (SP. Siagian, 1997:134 dan Robbins, 2003:83). Kemampuan fisik berkaitan dengan keahlian dan keterampilan pegawai dalam melaksanakan bidang pekerjaannya misalnya pekerjaan yang menuntut stamina, kecekatanan tangan, kekuatan tungkai, dan kemampuan fisik lainnya.
Hubungan kemampuan fisik dan intelektual dengan kedudukan seseorang dalam organisasi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi yang lebih diperlukan adalah kemampuan intelektual. Sebaliknya pada kedudukan rendah dalam organisasi, dimana seseorang ditugaskan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sifatnya teknis, biasanya kemampuan fisiklah yang lebih menonjol, meskipun sudah barang tentu penggunaan kemampuan intelektual bukan berarti tidak diperlukan lagi.
Hal ini bertitik tolak dari pendapat Keith Davis dalam A.A. Anwar (2001:67) bahwa secara fisiologis, kemampuan kerja (Ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+Skill). Dengan demikian apabila pegawai kemampuan potensi di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatan dan memiliki keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tuags sehari-hari, maka ia akan dapat mencapai tingkat prestasi yang diharapkan.
Spencer&Spencer (1993:9) mengemukakan bahwa kemampuan individual merupakan karakter sikap dan perilaku, yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja yang terbentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontekstual. Ada lima karakteristik utama dari kemampuan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja individu karyawan, yaitu;
a. Motif (motives), yaitu sesuatu yang dipikirkan atau diinginkan oleh seseorang secara konsisten dan adanya dororngan untuk mewujudkannya dalam bentuk tindakan-tindakan. Marshall (2003:40) juga mengatakan bahwa motif adalah pikiran-pikiran dan preferensi-preferensi tidak sadar yang mendorong perilaku merupakan sumber kepuasan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih perilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu.
b. Watak (traits), yaitu karakteristik mental dan konsistensi respon seseorang terhadap terhadap rangsangan, tekanan, situasi, atau informasi. Hal ini dipertegas oleh Marshall (2003:40) yang mengatakan bahwa watak adalah karakteristik yang mengakar pada diri seseorang dan mencerminkan kecenderungan yang dimilikinya. Di samping itu, Rindjin (2004:2) juga mengatakan bahwa watak adalah kebiasaan yang secara sadar dijalankan secara berkelanjutan dan merupakan tingkat tertinggi dari ranah afektif yang meliputi menerima (receiving), merespon (responding), menilai (valuing), dan karakterisasi (characterizing).
c. Konsep diri (self concept), yaitu tata nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh seseorang, yang mencerminkan sikap tentang bayangan diri atau sikap diri terhadap masa depan yang dicita-citakan atau terhadap suatu fenomena yang terjadi di lingkungannya. Marshall (2003:40) juga mengungkapkan bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan hal mencerminkan identitas dirinya. Di samping itu, Kreitner and Kinichi (2001:137) bahwa konsep diri adalah persepsi diri seseorang sebagai mahluk fisik, sosial, dan spiritual.
d. Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi yang memiliki makna yang dimiliki seseorang dalam bidang kajian tertentu.
e. Keterampilan (skill), yaitu kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan fisik atau mental. Dale (2003:29) mengatakan bahwa keterampilan adalah aspek perilaku yang bisa dipelajari mellaui latihan yang digunakan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan.
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) adalah kecapakan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakan.
(dari berbagai sumber)

8 Etos Kerja Profesional

Untuk meraih sukses memang perlu memiliki etos kerja yang benar, agar sukses yang diraih tidak bersifat semu. Dalam peningkatan kinerja karyawan maka penerapan Delapan Etos Kerja Profesional akan mampu menginspirasi dan memotivasi para profesional yang berusaha meraih kesuksesan melalui jalur yang tepat menggugah nurani sehingga dapat memetik filosofi yang benar untuk dijalani dalam menuju kesuksesan. Jansen Sinamo, Sang Bapak Etos sekaligus Penulis 8 ETOS KERJA PROFESIONAL: navigator Anda menuju sukses, bahwa manusia itu pada dasarnya adalah pencari kesuksesan. Arti sukses itu sendiri dipandang relatif oleh sebagian masyarakat dari segi pencapaiannya, namun ada satu hal yang tetap dilihat sama oleh masyarakat dari zaman apapun yakni cara untuk mencapai kesuksesan .
Dalam konsep yang dikembangkan oleh Jansen Sinamo digagas pentingnya delapan paradigma kerja profesional, yaitu: kerja adalah rahmat, kerja adalah amanah, kerja adalah panggilan, kerja adalah aktualisasi, kerja adalah ibadah, kerja adalah seni, kerja adalah kehormatan, dan kerja adalah pelayanan.

1. Kerja adalah Rahmat: Bekerja Tulus Penuh Syukur.
Bekerja adalah rahmat yang turun dari Tuhan, oleh karena itu harus kita syukuri. Bekerja dengan tulus akan membuat kita merasakan rahmat lainnya sebagai berikut:
Kita dapat menyediakan sandang-pangan untuk keluarga kita dengan gaji yang kita dapat.
Kita diberi kesempatan untuk bisa bergaul lebih luas serta meningkatkan kualitas diri ke tingkat yang lebih tinggi hingga kita bisa tumbuh dan berkembang.
Kita bisa memaksimalkan talenta kita saat bekerja.
Kita bisa mendapatkan pengakuan dan identitas diri dari masyarakat dan komunitas.

2. Kerja adalah Amanah: Bekerja Benar Penuh Tanggung Jawab.
Amanah melahirkan sebuah sikap tanggung jawab, dengan demikian maka tanggung jawab harus ditunaikan dengan baik dan benar bukan hanya sekedar formalitas. Rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang didelegasikan kepada kita akan menumbuhkankehendak kuat untuk melakasanakan tugas dengan benar sesuai job description untuk mencapai target yang ditetapkan.
3. Kerja adalah Panggilan: Bekerja Tuntas Penuh Integritas.
Dalam konteks pekerjaan, panggilan umum ini memiliki arti bahwa apa saja yang kita kerjakan hendaknya memenuhi tuntutan profesi. Profesi yang kita jalani untukmenjawab panggilan kita sebagai akuntan, hakim, dokter, dsb. Agar panggilan dapat diselesaikan hingga tuntas maka diperlukan integritas yang kuat karena dengan memegang teguh integritas maka kita dapat bekerja dengan sepenuh hati, segenap pikiran, segenap tenaga kita secara total, utuh dan menyeluruh.
4. Kerja adalah Aktualisasi: Bekerja Keras Penuh Semangat.
Aktualisasi adalah kekuatan yang kita pakai untuk mengubah potensi menjadi realisasi. Tujuan dari sikap aktual ini adalah agar kita terbiasa bekerja keras dan selalu tuntas untuk mencapai mimpi dan keinginan kita tanpa merubah diri kita menjadi pecandu kerja. Ada tiga cara mudah untuk meningkatkan etos kerja keras, yaitu:
· Kembangkanlah visi sebagai ilham untuk bekerja keras.
· Kerja keras merupakan ongkos untuk mengembangkan diri kita.
· Kerja keras itu baik, menyehatkan dan menguatkan diri kita.
5. Kerja adalah Ibadah: Bekerja Serius Penuh Kecintaan.
Segala pekerjaan yang diberikan Tuhan kepada kita harus kita syukuri dan lakukan dengan sepenuh hati. Tidak ada tipe atau jenis pekerjaan yang lebih baik dan lebih rendah dari yang lain karena semua pekerjaan adalah sama di mata Tuhan jika kita mengerjakannya dengan serius dan penuh kecintaan. Berbekal keseriusan itu maka hasil yang akan kita peroleh juga akan lebih dari yang kita bayangkan, begitu pula jika pekerjaan yang kita lakukan didasarkan oleh rasa cinta. Seberat apapun beban pekerjaan kita, berapapun gaji yang kita dapatkan dan apapun posisi yang kita pegang akan memberikan nilai moril dan spirituil yang berbeda jika semua didasari dengan rasa cinta. Jadi ingat, bekerja serius penuh kecintaan akan melahirkan pengabdian serta dedikasi terhadap pekerjaan.
6. Kerja adalah Seni: Bekerja Cerdas Penuh Kreatifitas.
Bekerja keras itu perlu, namun bekerja dengan cerdas sangat dibutuhkan. Kecerdasan disini maksudnya adalah menggunakan strategi dan taktik dengan pintar untuk mengembangkan diri, memanfaatkan waktu bekerja agar tetap efektif dan efesien, melihat dan memanfaatkan peluang kerja yang ada, melahirkan karya dan buah pikiran yang inovatif dan kreatif. Hasilnya, tentu saja daya cipta kita bukan hanya disenangi oleh pemimpin perusahaan tetapi juga oleh orang lain karena semua yang kita hasilkan itu adalah karya seni.
7. Kerja adalah Kehormatan: Bekerja Tekun Penuh Keunggulan.
Kehormatan diri bisa kita dapatkan dengan bekerja. Melalui pekerjaan, maka kita dihormati dan dipercaya untuk memangku suatu posisi tertentu dan mengerjakan tugas yang diberikan kepada kita termasuk segala kompetensi diri yang kita miliki, kemampuan dan kesempatan dalam hidup. Rasa hormat yang terbentuk dalam diri kita akan menumbuhkan rasa percaya diri yang akan meningkatkan keinginan kita untuk bekerja lebih tekun.
8. Kerja adalah Pelayanan: Bekerja Paripurna Penuh Kerendahan Hati.
Tahukah Anda kalau ternyata hasil yang kita lakukan dalam bekerja bisa menjadi masukan untuk orang lain dan begitu pula sebaliknya. Sehingga dari proses tersebut kita telah memberikan kontribusi kepada orang lain agar mereka bisa hidup dan beraktivitas dengan lebih mudah. Jadi, bekerja juga bisa kita golongkan sebagai salah satu bentuk pelayanan kita terhadap orang lain.
Di tingkat perilaku kerja kedelapan paradigma ini akan membuahkan delapan perilaku kerja utama yang sanggup menjadi basis keberhasilan baik di tingkat pribadi, organisasional maupun sosial, yaitu: bekerja tulus, bekerja tuntas, bekerja benar, bekerja keras, bekerja serius, bekerja kreatif, bekerja unggul, dan bekerja sempurna.
Dari Etos kerja yang melekat pada setiap individu /pekerja ini akan dapat menentukan keberhasilannya. Karena keberhasilnya yang diraih seseorang ditentukan oleh sikap, perilaku dan nilai-nilai yang diterapkannya di dalam masyarakat atau dalam kontek sosial.
Arti penting dari etos kerja terletak pada perannya dalam menentukan keberhasilan seseorang. Keberhasilan yang bersumber dari sikap atau perilaku yang merupakan cerminan dari keyakinan, kecerdasan, semangat dan keberanian, kehormatan, pengabdian, dan loyalitas yang khas pada seseorang.

Etos Kerja

Etos Kerja Islami
Dalam bekerja untuk mencari nafkah, Islam memberikan arahan atau tuntunan. Barangkali, inilah etika bekerja dalam Islam atau "etos kerja Islami", ketika dalam bekerja itu umat Islam diharuskan:
Pertama, bekerja dengan sebaik-baiknya. "Sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya seorang pekerja jika ia berbuat sebaik-baiknya" (HR. Ahmad).
Kedua, bekerja keras atau rajin. "Siapa bekerja keras hingga lelah dari kerjanya, maka ia terampuni (dosanya) karenanya" (Al-Hadis). "Berpagi-pagilah dalam mencari rezeki dan kebutuhan hidup. Sesungguhnya pagi-pagi itu mengandung berkah dan keberuntungan" (HR. Ibnu Adi dari Aisyah).
Ketiga, menekankan pentingnya kualitas kerja atau mutu produk. "Sesungguhnya Allah menginginkan jika salah seorang darimu bekerja, maka hendaklah meningkatkan kualitasnya" (Al-Hadis).
Keempat, menjaga harga diri serta bekerja sesuai aturan yang ada. "Carilah kebutuhan hidup dengan senantiasa menjaga harga diri. Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan" (HR. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri).
Menjaga harga diri bisa berarti tidak melanggar aturan, tidak melakukan perbuatan yang membawa aib pada diri sendiri, namun sebaliknya, berusaha maksimal mencapai prestasi dan prestise.